Kebebasan Pers Terancam, PPWI Desak Prabowo Pecat Kepala BPMI

Kebebasan Pers Terancam, PPWI Desak Prabowo Pecat Kepala BPMI

JAKARTA, Pedulihukum.com – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) mengecam pencabutan kartu liputan jurnalis CNN Indonesia oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden. Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke menilai tindakan itu sebagai bentuk ancaman nyata terhadap kebebasan pers.

Pencabutan Kartu Liputan Picu Kecaman

Kasus bermula ketika jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, menanyakan kepada Presiden Prabowo Subianto soal kasus keracunan massal siswa akibat konsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) dari Badan Gizi Nasional (BGN). Insiden terjadi saat konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, usai Presiden kembali dari kunjungan luar negeri.

BACA JUGA : Panen Raya Jagung Polres Lampung Selatan Dipimpin AKBP Toni Kasmiri

Tak lama setelah itu, BPMI Setpres mencabut kartu liputan Diana. Langkah ini menuai kecaman luas.

“Kami mendesak Presiden Prabowo Subianto memecat Kepala BPMI Setpres sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kasus memalukan itu. Mencabut izin liputan dengan alasan apa pun merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan bisa dipidana dengan sanksi kurungan 2 tahun penjara,” kata Wilson, Minggu, 28 September 2025.

Pasal 18 UU Pers dan Ancaman Pidana

Dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan kegiatan jurnalistik, dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Wilson menegaskan pencabutan kartu liputan jurnalis CNN Indonesia jelas masuk kategori menghalangi kerja jurnalistik. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi pelanggaran hukum yang ancamannya jelas pidana penjara,” ujarnya.

PPWI Bandingkan dengan Represi Orde Baru

Wilson menilai tindakan itu tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengingatkan pada praktik represif masa lalu.

“Jika Presiden menolak memberhentikan pejabat yang terlibat, hal itu menandakan bahwa Pemerintahan Prabowo Subianto sedang menerapkan taktik represif era Orde Baru yang berbahaya,” ujar alumni Lemhannas itu.

Reaksi Organisasi Pers

Sejumlah organisasi pers ikut angkat suara. Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan LBHPers mengecam keras tindakan BPMI. Mereka menilai pencabutan izin liputan sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers yang menjamin hak jurnalis mencari dan menyebarkan informasi.

Kontradiksi Sikap Pemerintah

Di sisi lain, Presiden Prabowo menanggapi pertanyaan wartawan dengan menyebut akan memanggil Ketua BGN Dadan Hindayana untuk evaluasi program MBG. Namun, langkah BPMI justru menimbulkan kontradiksi internal dalam pemerintahan. Publik pun meragukan konsistensi pemerintah dalam menegakkan transparansi.

Demokrasi di Ujung Tanduk

Wilson Lalengke mengingatkan bahwa pembungkaman terhadap wartawan adalah serangan langsung terhadap hak rakyat untuk tahu.

“Membungkam jurnalis bukan hanya serangan terhadap pers, melainkan serangan terhadap hak rakyat untuk tahu. Indonesia tidak boleh mundur ke era di mana kebenaran dihukum dan akuntabilitas ditakuti,” ujarnya.

Ia menutup dengan peringatan keras. “Presiden dan semua pihak harus tahu bahwa jangankan wartawan, semua warga negara juga berhak mempertanyakan kebijakan presiden dan jajarannya, sesuai konstitusi Pasal 28F UUD 1945,” kata Wilson.

(H. Farukh)

TAG: Kebebasan pers, PPWI, Prabowo Subianto, BPMI Setpres, UU Pers, CNN Indonesia, organisasi pers

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *