Skandal Narkoba HIPMI Lampung, Paman Acong Kritik BNN

Bandar Lampung, Pedulihukum.com – Skandal narkoba HIPMI Lampung kembali mencuri perhatian publik. Aparat menangkap sejumlah petinggi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung saat menggerebek tempat karaoke mewah di Hotel Grand Mercure.

Tes urine menunjukkan hasil positif narkoba, dan aparat menemukan barang bukti. Namun, aparat tidak menahan para pengurus HIPMI tersebut.

Keputusan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung memicu tanda tanya besar karena lembaga itu langsung memberi status rehabilitasi rawat jalan. Setelah menuai kritik keras, BNN Lampung justru membatalkan keputusan itu tanpa penjelasan transparan.

BNN Lampung sempat memberi keistimewaan dengan menetapkan rehabilitasi rawat jalan bagi pengurus HIPMI. Publik membandingkan perlakuan itu dengan rakyat kecil, yang biasanya langsung mendekam di penjara meski hanya ketahuan memakai narkoba.

Gelombang protes memaksa BNN Lampung membatalkan keputusan assessment. Tindakan itu membuat publik menilai lembaga tersebut tidak konsisten dan menambah dugaan adanya permainan di balik kasus.

Masyarakat menuntut penjelasan resmi agar pembatalan itu tidak semakin menimbulkan kecurigaan.

Tokoh pemuda sekaligus pengurus JMSI Pusat, Paman Acong, menilai sikap BNN Lampung mengecewakan. Ia menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan lembaga tersebut.

Saya sangat menyayangkan BNN Lampung yang tiba-tiba memberikan status assessment atau rehabilitasi rawat jalan terhadap para pengurus HIPMI tersebut. Ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat, ada apa sebenarnya?” tegasnya.

Menurut Paman Acong, masyarakat berhak mengetahui alasan di balik perubahan sikap BNN yang sangat cepat. Ia menekankan pentingnya transparansi agar publik tidak semakin kehilangan kepercayaan.

Beberapa sumber menyebut pengurus HIPMI yang terjerat kasus narkoba sudah dinonaktifkan. Namun, publik tidak pernah melihat surat resmi yang membuktikan hal tersebut.

Kondisi itu menimbulkan keraguan besar. Tanpa dokumen resmi, masyarakat bisa menilai pernyataan soal status nonaktif hanya strategi untuk meredam amarah publik.

Situasi yang tidak jelas tersebut justru memperkuat dugaan bahwa para pengurus HIPMI masih aktif menjalankan perannya.

Kasus narkoba HIPMI Lampung memperlihatkan masalah serius dalam keadilan hukum. Publik menilai aparat menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum.

Banyak pengguna narkoba dari kalangan biasa langsung masuk penjara, sedangkan tokoh pengusaha mendapat perlakuan berbeda.

Pertanyaan besar pun muncul: apakah aparat benar-benar menegakkan hukum dengan adil, atau mereka tunduk pada tekanan kelompok berpengaruh? Publik menilai jawaban atas pertanyaan ini sangat menentukan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

Kasus ini menempatkan BNN Lampung dan elite HIPMI di bawah sorotan tajam. Publik terus mengawasi langkah-langkah mereka dari waktu ke waktu.

Setiap keputusan yang tidak transparan semakin memperkuat dugaan bahwa aparat tidak menegakkan hukum secara objektif.

Masyarakat menuntut BNN membuka fakta sebenarnya. Jika BNN memilih bungkam, publik bisa semakin yakin bahwa lembaga itu melindungi kelompok tertentu.

Kasus narkoba HIPMI Lampung terus bergulir menjadi bola panas. Publik menolak melupakan skandal yang menyeret nama tokoh pengusaha muda itu.

Kepercayaan terhadap lembaga negara berpotensi terkikis bila aparat menangani kasus setengah hati.

Masyarakat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji atau pernyataan. Aparat harus menunjukkan sikap tegas dan transparan agar hukum tidak dipandang sebagai alat yang memihak.

Jika BNN membuka fakta secara jujur, publik akan menilai lembaga tersebut konsisten. Namun jika sebaliknya, kekecewaan publik bisa semakin dalam dan menciptakan krisis kepercayaan berkepanjangan. (Orba Battik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *